Veripay.id — Banyak yang memprediksi Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres. Sebelumnya, prediksi banyak kalangan tidak terbukti.
Beberapa waktu lalu, banyak orang yang memprediksi MK akan mengabulkan gugatan PDIP terhadap sistem pemilu. Dari sistem proporsional terbuka kembali ke proporsional tertutup.
Kenyataannya, MK menolak gugatan tersebut. Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Penentuan caleg terpilih bergantung suara pribadi, bukan berdasarkan nomor urut.
Kali ini, publik kembali memprediksi MK akan mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres. Lebih ramai karena menyangkut nasib putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Gibran digadang-gadang jadi cawapres Prabowo Subianto. Namun, usianya terbentur syarat dalam Undang-Undang Pemilu. Usia Gibran baru 36 tahun. Sementara undang-undang mensyaratkan minimal 40 tahun.
Sejumlah pihak pun mengajukan gugatan ke MK. Permohonan Nomor 29/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI/Pemohon I) dan sejumlah perseorangan warga negara Indonesia, yakni Anthony Winza Probowo (Pemohon II), Danik Eka Rahmaningtyas (Pemohon III), Dedek Prayudi (Pemohon IV), dan Mikhail Gorbachev (Pemohon V).
Pasal 169 huruf q UU Pemilu menyatakan, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
Para pemohon yang rata-rata berusia 35 tahun menganggap batasan itu bertentangan dengan moralitas dan rasionalitas karena menimbulkan bibit-bibit diskriminasi sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
“Padahal pada prinsipnya, negara memberikan kesempatan bagi putra putri bangsa untuk memimpin bangsa dan membuka seluas-luasnya agar calon terbaik bangsa dapat mencalonkan diri. Oleh karenanya objek permohonan adalah ketentuan yang diskriminatif karena melanggar moralitas. Ketika rakyat Indonesia dipaksa hanya memilih pemimpin yang sudah bisa memenuhi syarat diskriminatif, tentu ini menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang memilih maupun orang yang dipilih,” salah satu argumen pemohon dalam sidang beberapa waktu lalu.
Untuk itu para pemohon meminta Mahkamah menerima dan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun.”